Latihan berkomunikasi secara produktif salah satunya dengan bersuara ramah, sejatinya adalah memberi teladan pada anak. Sebagaimana kita ketahui, anak adalah peniru yang sangat ulung, dia tidak akan hanya sekedar mencontoh dari apa yang hanya kita katakan, namun 80% is akan mencontoh dari perilaku orang tuanya.
Saya ingin mengaku dosa, bila Saya sudah cukup terlatih bersuara ramah tapi bahasa tubuh Saya belum mencerminkan keselarasan (kongruen). Saya masih suka menyentil anak Saya saking gemesnya atau panik. Yang kedua walopun Saya sudah berusaha menggunakan strategi komunikasi pilihan pada anak, saya masih memberikan pilihan dengan konsekuensi yang saya khawatir saya bisa melukai hatinya.
Contohnya adalah ketika anak Saya berperilaku yang sudah membahayakan, dan ketika Saya mengarahkan untuk tidak melakukannya, saya tawarkan opsi untuk anak Saya nanti tidur malam di dapur saja bukan di kamar jika ia tetap melakukannya. Pernah satu kali memang sebagai konsekuensi saya diamkan anak Saya di dapur, lampu saya matikan, lalu pintu saya tutup dan tahan agar ia tak bisa keluar. Baginya itu pengalaman tak menyenangkan, konsekuensi yang tidak menyamankan baginya, maksud Saya agar ia belajar perihal konsekuensi. Di titik inilah saya khawatir. Jangan-jangan bahasa tubuh Saya atas konsekuensi ini melukai hatinya sehingga jika demikian maka Saya belum sepenuhnya selaras.
Inilah perubahan mindset yang saya dapat dari latihan hari ini. Waktunya untuk berpikir lebih kreatif lagi dalam berstrategi komunikasi dengan anak sulung Saya. He is very very creative kid, one of a kind, he is unique in his own way, Saya gak ingin melukai fitrah egosentrisnya namun juga Saya ingin menanamkan pembelajaran adab padanya. Yuk latihan Lagi because; "There is no failure, only wrong result. So we have to change our strategy!".

No comments:
Post a Comment