Hari keempat Saya sungguh merasakan cukup berat. Spontanitas nada tinggi keluar lagi ketika anak Saya berpotensi mencelakai adiknya. Saya pikir Saya cukup tangguh setelah hari latihan sebelumnya Saya dengan bahagianya sama sekali tidak mengeluarkan pitch oktaf tinggi di suara Saya.
Tak pula Saya tak bisa menahan "bahasa tangan" yang berbicara, walopun hanya sentilan sentilun atau cengkeraman gemas... Ampun ya Allah... Saya tak berhak membegitukan Amanah titipanMu. Tak apa, biar jurnal ini menjadi saksi perjalanan, untuk muhasabah diri ini.
Ujian kehadiran anak kedua yang sungguh belum saya persiapkan dengan matang. Saya berpikir in Syaa Allah kelak Saya bisa menghadapinya, pada kenyataannya, tantangan komunikasi dengan sang kakaklah yang menjadi tantangan utama.
No comments:
Post a Comment