Melatih kemandirian anak sama halnya dengan melatih diri orangtua untuk siap terhadap cara anak belajar melakukan apa yang kita ajarkan, dengan caranya sendiri. Bukan menyoal apakah anak akan bisa, tapi menyiapkan konsistensi dan dukungan kita agar anak melakukannya, sehingga pasti ia akan bisa bukan karena terpaksa tapi karena biasa dan bahagia.
Latihan kemandirian minggu pertama akan Saya fokuskan kepada keterampilan makan sendiri. Masih sama dengan latihan Di materi pertama, fokus latihan adalah anak Saya pertama usia tiga tahun
Thursday, November 30, 2017
Saturday, November 25, 2017
Aliran Rasa Komunikasi Produktif
Dua bulan di rumah sejak cuti melahirkan, kesempatan engange dan observe kakamas #narenkeren. MasyaAllah... Bayi pertamaku yang dulu...kini bertumbuh dengan keunikan potensialnya.
Usianya tiga tahun tiga bulan. Kinestetik nya dominan. Bergerak selalu. Tenaganya kuat, kemauannya kuat. Jika diarahkan melakukan sesuatu ia akan balik bertanya misal:
Bunda: "Naren ayo cuci tangan yuk"
Naren: "Kenapa?"
Bunda: "kan kotor tangannya..."
Naren: "Habis apa?" (Maksudnya habis ngapain aku kok bisa kotor)
Bunda: " Habis makan, berminyak"
Naren: " Ooo...habis makang (makan) ya...beminyak ya...pake sabung (sabun) ya..."
Bunda: "Iya"
Naren demikian karna memang dibiasakan sejak kecil diberi penjelasan saat kita mengajak dan mengarahkan sesuatu. Sehingga ia meniru, saat sekarang jika ia diminta melakukan sesuatu tapi tidak jelas sebabnya ia akan bertanya. We'll indeed children see children do.
Banyak juga roleplay yang ia lakukan setelah ia mengamati perilaku orang dewasa. Yang terbaru adalah roleplay sebagai tukang sayur keliling yang di komplek, haha karena bundanya ngajak belanja di tukang sayur. Sama niruin Bunda yang lagi mimikin adek.. sampe dibuka bukak kaosnya.... Lho alaah naak...jadi Ayah ASI ya kelak haha.
Tapi sedihnya kalo meniru hal negatif yang kita lakukan. Iyaaa,,, kita masih suka khilaf kan sebagai orang dewasa. Kalo lagi panik atau suntuk misalnya kadang nada bicaranya naik tiga oktaf. Jadi Naren juga suka ngikut, kalo menolak sesuatu dengan berteriak. Dohh pe err...
Makanya ini lagi latihan banget merubah diri. Mumpung masih cuti bisa optimal membersamai. Sambil muhasabah diri, what I have done wrong. Sudah sepuluh hari ini latihan komunikasi produktif. Moment nya pas banget untuk menghadapi tantangan perilaku Naren yang sedang cemburu sama adiknya.
Timing yang sangat kritikal, yuk kita jadikan diri kita teladan yang paling baik untuk rujukan anak-anak kita. Bukan untuk siapa-siapa, kelak ini untuk kita sendiri yang akan merasakan hasilnya Di kemudian hari. Supaya kelak ketika Allah minta LPJ setidaknya ikhtiar kita optimal di laporan tersebut. Adapun assessment nya, let Allah decide.
Naren: "Kenapa?"
Bunda: "kan kotor tangannya..."
Naren: "Habis apa?" (Maksudnya habis ngapain aku kok bisa kotor)
Bunda: " Habis makan, berminyak"
Naren: " Ooo...habis makang (makan) ya...beminyak ya...pake sabung (sabun) ya..."
Bunda: "Iya"
Saturday, November 11, 2017
Berlatih Bersuara Ramah Day 10
Latihan berkomunikasi secara produktif salah satunya dengan bersuara ramah, sejatinya adalah memberi teladan pada anak. Sebagaimana kita ketahui, anak adalah peniru yang sangat ulung, dia tidak akan hanya sekedar mencontoh dari apa yang hanya kita katakan, namun 80% is akan mencontoh dari perilaku orang tuanya.
Saya ingin mengaku dosa, bila Saya sudah cukup terlatih bersuara ramah tapi bahasa tubuh Saya belum mencerminkan keselarasan (kongruen). Saya masih suka menyentil anak Saya saking gemesnya atau panik. Yang kedua walopun Saya sudah berusaha menggunakan strategi komunikasi pilihan pada anak, saya masih memberikan pilihan dengan konsekuensi yang saya khawatir saya bisa melukai hatinya.
Contohnya adalah ketika anak Saya berperilaku yang sudah membahayakan, dan ketika Saya mengarahkan untuk tidak melakukannya, saya tawarkan opsi untuk anak Saya nanti tidur malam di dapur saja bukan di kamar jika ia tetap melakukannya. Pernah satu kali memang sebagai konsekuensi saya diamkan anak Saya di dapur, lampu saya matikan, lalu pintu saya tutup dan tahan agar ia tak bisa keluar. Baginya itu pengalaman tak menyenangkan, konsekuensi yang tidak menyamankan baginya, maksud Saya agar ia belajar perihal konsekuensi. Di titik inilah saya khawatir. Jangan-jangan bahasa tubuh Saya atas konsekuensi ini melukai hatinya sehingga jika demikian maka Saya belum sepenuhnya selaras.
Inilah perubahan mindset yang saya dapat dari latihan hari ini. Waktunya untuk berpikir lebih kreatif lagi dalam berstrategi komunikasi dengan anak sulung Saya. He is very very creative kid, one of a kind, he is unique in his own way, Saya gak ingin melukai fitrah egosentrisnya namun juga Saya ingin menanamkan pembelajaran adab padanya. Yuk latihan Lagi because; "There is no failure, only wrong result. So we have to change our strategy!".
Friday, November 10, 2017
Berlatih Bersuara Ramah Day#9
Merendahkan suara sungguh membuat hubungan Saya dan anak sulung Saya semakin harmonis. Hari ini Saya berlatih dengan sangat rileks. Dengan berusaha bersuara ramah Saya berusaha mengeliminir kata-kata negatif. Contohnya untuk maksud menyampaikan bahwa sebaiknya sang adik tidak digenggam tangannya terlalu kuat, saya memilih diksinya lain misal: "Kak, tangan adik kecil ya coba nih pegang tangan Bunda yang besar" dengan begitu ia akan melepaskan genggaman tangan adiknya dan fokus pada tangan Saya.
Sehingga betul sesungguhnya ada cara yang lebih menentramkan untuk menuju tujuan yang sama. Ini latihan yang sangat menarik. Progress yang Saya rasakan sungguh terasa. Tidak bernada tinggi membuat raut wajah juga lebih segar dan satu hari yang Saya lalui menjadi sangat syahdu, penuh kasih. Begitulah sejatinya bahasa cinta, lembut.
Tak ada yang lebih damai dari rumah yang tanpa teriakan. Tidak melukai batang otaknya. Karena sejatinya berteriak menurut penelitian mempengaruhi batang otak anak yang kelak merespon teriakan bentakan dan nada tinggi dan anak cenderung self defence dengan Cara "fight" bukan dengan cara mencari solusi.
Thursday, November 9, 2017
Berlatih Bersuara Ramah Day 8
Alhamdulillaah. Setelah melalui delapan hari jatuh bangun berlatih komunikasi produktif dengan fokus Bersuara ramah tanpa nada tinggi, hari ini terasa semakin mudah bagi Saya menjalankannya. Cerita menarik hari ini Saya banyak bercengkrama dengan anak pertama Saya, saya perbanyak frekuensi peluk dan cium serta banyak bermain bersamanya.
Hal sedih yang bisa menjadi hikmah adalah saat anak Saya terjatuh terpeleset karena licinnya paving block. Walopun panik dan merasa sedih, Saya bisa dengan sangat tenang membantunya berdiri, membersihkan tubuhnya dari tanah. Tidak ada teriakan kepanikan atau mengalihkan dengan kalimat "Tuh kaan apa Bunda bilang...".
Saya memeluknya, Saya katakan Saya memahami rasa sakitnya dan menyarankan supaya kelak sebaiknya tidak berlarian ketika paving block nya sedang berlumut. Alhamdulillaah dengan cara berkomunikasi seperti ini anak juga lebih tenang dan tangisnya cepat mereda.
Semakin enteng rasanya menahan teriakan dan nada tinggi. Hal yang mengejutkan juga baik suami, mama Saya dan kedua adik Saya yang sedang tinggal bersama di rumah kami pun jadi ikut mencontoh. Betul ya, seorang Ibu itu memang harus menjadi role model bagi keluarga. Hanya dengan latihan sederhana seperti ini namun dampaknya besar.
Hal sedih yang bisa menjadi hikmah adalah saat anak Saya terjatuh terpeleset karena licinnya paving block. Walopun panik dan merasa sedih, Saya bisa dengan sangat tenang membantunya berdiri, membersihkan tubuhnya dari tanah. Tidak ada teriakan kepanikan atau mengalihkan dengan kalimat "Tuh kaan apa Bunda bilang...".
Saya memeluknya, Saya katakan Saya memahami rasa sakitnya dan menyarankan supaya kelak sebaiknya tidak berlarian ketika paving block nya sedang berlumut. Alhamdulillaah dengan cara berkomunikasi seperti ini anak juga lebih tenang dan tangisnya cepat mereda.
Semakin enteng rasanya menahan teriakan dan nada tinggi. Hal yang mengejutkan juga baik suami, mama Saya dan kedua adik Saya yang sedang tinggal bersama di rumah kami pun jadi ikut mencontoh. Betul ya, seorang Ibu itu memang harus menjadi role model bagi keluarga. Hanya dengan latihan sederhana seperti ini namun dampaknya besar.
Wednesday, November 8, 2017
Berlatih Bersuara Ramah Day 7
Dari sekian banyak poin latihan berkomunikasi pada anak, sampai hari ke-tujuh ini Saya konsisten untuk fokus pada melatih diri saya untuk dapat berkomunikasi dengan lembut, tanpa nada tinggi pada anak. Mengapa? Karena itu yang paling sulit bagi Saya.
Mengolah emosi untuk dapat tetap calm pada kondisi sefrustasi apapun menghadapi anak Saya. Suliiit ya Allah tantangan ini Saya lalui mengingat anak pertama Saya sangat aktif dan banyak sekali kreativitasnya.
Kali ini saya ingin menceritakan bagaimana caranya saya mengantisipasi letupan ingin teriak panik ketika anak Saya menarik tangan mungil adiknya yang baru satu bulan dengan kuat. Sungguh tak mudah menahan rasa ingin berteriak ketika panik atau kaget. Namun cara bagi Saya yang saya temukan efektif adalah dengan segera menarik nafas panjang. Hal ini seperti mudah dilakukan namun jika tidak dilatih dan ditanamkan pada mindset kita tetap akan sulit.
Saya ingat saat melahirkan untuk menahan rasa sakit misalnya saat kontraksi atau saat sedang dijahit, pasti kita diarahkan untuk tarik nafas panjang. Nah saya gunakan teknik submodalities Dan reframing ketika saya menarik nafas panjang ini. Saya putar sebuah "album foto" saat sedang menarik nafas ini dengan album foto anak pertama Saya ketika masih bayi, betapa ia menggemaskan, lucu, bikin kangen. Dan bayi Yang lucu itu saat ini tengah Di hadapan Saya dengan kelucuannya yang lebih pintar lagi. Ketika album foto itu terlintas, diiringi dengan backsound berupa nyanyian anak Saya atas lagu favoritnya yang sering ia nyanyikan. Ya! is masih bayi yang sama yang tiga tahun lalu berjuang bersamaku lahir ke dunia ini. Dan bayi itu sekarang bisa bernyanyi Dan sangat aktif. Alhamdulillaah...
Dengan cara itu Saya kembali tenang dan bisa dengan rileks mengubah tone suara. Sungguh damai.
Mengolah emosi untuk dapat tetap calm pada kondisi sefrustasi apapun menghadapi anak Saya. Suliiit ya Allah tantangan ini Saya lalui mengingat anak pertama Saya sangat aktif dan banyak sekali kreativitasnya.
Kali ini saya ingin menceritakan bagaimana caranya saya mengantisipasi letupan ingin teriak panik ketika anak Saya menarik tangan mungil adiknya yang baru satu bulan dengan kuat. Sungguh tak mudah menahan rasa ingin berteriak ketika panik atau kaget. Namun cara bagi Saya yang saya temukan efektif adalah dengan segera menarik nafas panjang. Hal ini seperti mudah dilakukan namun jika tidak dilatih dan ditanamkan pada mindset kita tetap akan sulit.
Saya ingat saat melahirkan untuk menahan rasa sakit misalnya saat kontraksi atau saat sedang dijahit, pasti kita diarahkan untuk tarik nafas panjang. Nah saya gunakan teknik submodalities Dan reframing ketika saya menarik nafas panjang ini. Saya putar sebuah "album foto" saat sedang menarik nafas ini dengan album foto anak pertama Saya ketika masih bayi, betapa ia menggemaskan, lucu, bikin kangen. Dan bayi Yang lucu itu saat ini tengah Di hadapan Saya dengan kelucuannya yang lebih pintar lagi. Ketika album foto itu terlintas, diiringi dengan backsound berupa nyanyian anak Saya atas lagu favoritnya yang sering ia nyanyikan. Ya! is masih bayi yang sama yang tiga tahun lalu berjuang bersamaku lahir ke dunia ini. Dan bayi itu sekarang bisa bernyanyi Dan sangat aktif. Alhamdulillaah...
Dengan cara itu Saya kembali tenang dan bisa dengan rileks mengubah tone suara. Sungguh damai.
![]() |
| You'll always be my baby! |
Tuesday, November 7, 2017
Berlatih Besuara Ramah Day 6
Hari ini masih melakukan latihan berusaha ramah atau seminimnya bagi Saya saat ini adalah berasuara tanpa nada tinggi. Alhamdulillaah sekuat tenaga Saya sanggup menahan tanpa ada nada tinggi sama sekali hari ini.
Tapi harus Saya akui, effort ya sungguh sangat sulit
Tapi harus Saya akui, effort ya sungguh sangat sulit
Berlatih Bersuara Ramah Day 5
Hari ke-lima Saya sungguh merasakan cukup berat. Spontanitas nada tinggi keluar lagi ketika anak Saya berpotensi mencelakai adiknya lagi, Saya yakin maksudnya tidak demikian, namun gerakannya Yang belum bisa mengukur diri sendiri, berpeluang membuat adiknya tersakiti secara fisik.
Sudah dua Hari terakhir ini Saya merasa sangat frustasi menyesuaikan diri dengan tingkah anak pertama Saya Dalam mencari perhatiannya anak Saya, sehingga dua hari saya gunakan bahasa tangan kepada anak. Astaghfirullahaladziim... Dosa.
Bismillah ya Allah semoga kegagalan dua Hari ini memberikan hikmah Yang bisa meneguhkan niat Saya lagi dalam latihan ini. Sebab Saya yakin bahwa setiap perkataan adalah do'a dan perilaku menguatkannya. Maka mana mungkin Saya berhasil berkomunikasi secara produktif jika Saya kerap mengulang lagi cara bicara nada tinggi.
Sunday, November 5, 2017
Memberdayakan Diri melalui Literasi
Mengikuti workshop kelas menulis Ibu Profesional Depok dengan Kak Galuh sebagai mentornya, sungguh merupakan lecutan bagi diri Saya sendiri. Sejak lama Saya berangan-angan ingin menerbitkan sebuah buku. Bahkan Saya sempat berikrar, hendak membuahkan sebuah buku di tahun depan. Yakin betul ya Saya, tapi Saya menyadari keyakinan itu tidak diiringi dengan laku ikhtiarnya. Belum satu naskah pun Saya susun. Baru sekedar beberapa kerangka saja. Beberapa topik dan Bab nya. Namun, beragam alasan selalu menghampiri.
Saat membaca materi dari Kak Galuh tentang literasi, Saya seperti dibangunkan dari bobok panjang yang melenakan. Saya kok sombong betul ya selama ini merasa diri sudah kaya gagasan. Padahal, menjadi seorang penulis itu membawa konsekuensi tanggung jawab keilmuan. Bagaimana mungkin Saya bisa membuahkan karya yang mengisi jiwa pembaca, bila Saya sendiri tak mengisi jiwa Saya sendiri dengan gagasan Yang mendukung buku Saya kelak.
Maka, ketika tugas minggu pertama adalah mempertanyakan diri; Apa yang hendak kita lakukan untuk membangun budaya literasi dalam diri kita. Maka inilah sekiranya yang akan Saya ikhtiarkan:
1. Tilawah Qur'an beserta membaca artinya, target satu hari minimal dua halaman mushaf, ini dengan tujuan agar sedikit tapi komit. Kemudian juga agar membaca maknanya lebih memahami, tidak tergesa.
2. Saya sangat sangat suka membaca buku, sejak kecil buku bagi Saya adalah rekreasi, bahkan ketika itu a adalah buku referensi ataupun surat kabar. Namun, karena time management Saya yang kembali tidak tertib, Saya banyak berhutang pada satu lemari buku yang belum ada yang Saya baca hingga khatam. Maka Saya berazam akan Saya mulai minggu ini. Pertama Saya akan membaca buku referensi dengan menargetkan satu minggu satu buku, sudah berikut resumenya.
3. Membaca buku fiksi, utamanya novel, setiap hari Jum'at. Alasannya; Sudah menjelang weekend dan pada saat istirahat Jumatan waktunya lebih lama. Hal ini agar pikiran dapat tamasya, dan berlatih theater of mind.
4. Berlatih menulis cerita mini, fiksi singkat. Setidaknya satu bulan satu cerita.
5. Membaca di depan anak, artinya memperlihatkan kepada anak untuk membangkitkan minat suka buku dengan cara menjadi role model
Hal diatas yang nomor satu akan Saya lakukan ketika selesai masa nifas Saya, dan yang ketiga akan Saya lakukan ketika Sudah mulai masuk kerja kembali. Sampai dengan awal Desember saya baru akan melakukan ikhtiar nomor dua.
Sesungguhnya tantangannya sungguh besar, sebab masih dalam proses merawat newborn, menyusui, stok ASIP dan yang pualing menantang adalah berkomunikasi dan menghadapi sang kakak yang masih cemburu dengan adiknya. Bismillah...mari kita ikhtiarkan.
Saat membaca materi dari Kak Galuh tentang literasi, Saya seperti dibangunkan dari bobok panjang yang melenakan. Saya kok sombong betul ya selama ini merasa diri sudah kaya gagasan. Padahal, menjadi seorang penulis itu membawa konsekuensi tanggung jawab keilmuan. Bagaimana mungkin Saya bisa membuahkan karya yang mengisi jiwa pembaca, bila Saya sendiri tak mengisi jiwa Saya sendiri dengan gagasan Yang mendukung buku Saya kelak.
Maka, ketika tugas minggu pertama adalah mempertanyakan diri; Apa yang hendak kita lakukan untuk membangun budaya literasi dalam diri kita. Maka inilah sekiranya yang akan Saya ikhtiarkan:
1. Tilawah Qur'an beserta membaca artinya, target satu hari minimal dua halaman mushaf, ini dengan tujuan agar sedikit tapi komit. Kemudian juga agar membaca maknanya lebih memahami, tidak tergesa.
2. Saya sangat sangat suka membaca buku, sejak kecil buku bagi Saya adalah rekreasi, bahkan ketika itu a adalah buku referensi ataupun surat kabar. Namun, karena time management Saya yang kembali tidak tertib, Saya banyak berhutang pada satu lemari buku yang belum ada yang Saya baca hingga khatam. Maka Saya berazam akan Saya mulai minggu ini. Pertama Saya akan membaca buku referensi dengan menargetkan satu minggu satu buku, sudah berikut resumenya.
3. Membaca buku fiksi, utamanya novel, setiap hari Jum'at. Alasannya; Sudah menjelang weekend dan pada saat istirahat Jumatan waktunya lebih lama. Hal ini agar pikiran dapat tamasya, dan berlatih theater of mind.
4. Berlatih menulis cerita mini, fiksi singkat. Setidaknya satu bulan satu cerita.
5. Membaca di depan anak, artinya memperlihatkan kepada anak untuk membangkitkan minat suka buku dengan cara menjadi role model
Hal diatas yang nomor satu akan Saya lakukan ketika selesai masa nifas Saya, dan yang ketiga akan Saya lakukan ketika Sudah mulai masuk kerja kembali. Sampai dengan awal Desember saya baru akan melakukan ikhtiar nomor dua.
Sesungguhnya tantangannya sungguh besar, sebab masih dalam proses merawat newborn, menyusui, stok ASIP dan yang pualing menantang adalah berkomunikasi dan menghadapi sang kakak yang masih cemburu dengan adiknya. Bismillah...mari kita ikhtiarkan.
Berkarya Bersuara Ramah Day 4
Hari keempat Saya sungguh merasakan cukup berat. Spontanitas nada tinggi keluar lagi ketika anak Saya berpotensi mencelakai adiknya. Saya pikir Saya cukup tangguh setelah hari latihan sebelumnya Saya dengan bahagianya sama sekali tidak mengeluarkan pitch oktaf tinggi di suara Saya.
Tak pula Saya tak bisa menahan "bahasa tangan" yang berbicara, walopun hanya sentilan sentilun atau cengkeraman gemas... Ampun ya Allah... Saya tak berhak membegitukan Amanah titipanMu. Tak apa, biar jurnal ini menjadi saksi perjalanan, untuk muhasabah diri ini.
Ujian kehadiran anak kedua yang sungguh belum saya persiapkan dengan matang. Saya berpikir in Syaa Allah kelak Saya bisa menghadapinya, pada kenyataannya, tantangan komunikasi dengan sang kakaklah yang menjadi tantangan utama.
Saturday, November 4, 2017
Berlatih Bersuara Ramah Day 3
Ketika
kita menjadi orangtua, dan anak kita beranjak semakin besar, maka
setiap orangtua pasti ada masa dimana ia akan terkaget-kaget dengan
perkembangan sang anak. Kadang sungguh diluar dugaan, orangtua lah yang
justru belajar pada anak, bukan sebaliknya. Saat berlatih bersuara ramah
di hari ketiga ini, Saya mulai nyaman dengan kebiasaan bertutur dengan
nada standar. Pengalaman paling unik Hari ini adalah ketika anak saya
merengek-rengek terhadap satu permintaan. Saat itu Saya bersikap tegas
menolak dengan lembut, Saya jelaskan mengapa Saya tidak membolehkannya.
Rengekan itu berulang dan berulang...namun Saya tetap pada pendirian dan
ketentuan.
Anak
Saya memiliki trik baru, ia akan bersikap protes dengan mimik sedih,
tersungkur bersujud di lantai, merengek-rengek pelan manja bahkan kadang
berurai air mata. Hari ini dia lakukan trik yang sama, sebab pernah satu
kali dengan sikap begitu lalu Saya kabulkan permintaannya, saat itu
tentu saya iba karena baru sekali ia begitu. Lalu saat hari ini dia
gunakan cara yang sama, Saya jadi tersadar akan pola ini. Cerdas sekali
ya anak-anak itu ma Syaa Allah... namun demikian follow the child juga
dengan catatan.
Konsep
follow the child harus diimbangi juga dengan arahan larangan apabila
sudah bersinggungan dengan potensi bahaya dan potensi pelanggaran adab
yang anak lakukan. Dalam hal latihan komunikasi Kami hari ini, Saya
mencoba memahamkan pada anak bahwa Ada adab berkegiatan yang anak saya
belum patuhi. Ada konsekuensi Dan komitmen atas code of conduct
berkegiatannya yang ia harus terima. Tentu pelarangan ini masih dalam
kerangka menjaga fitrah anak dengan menjaga egosentrisnya, namun dengan
tambahan belajar konsekuensi.
Rasanya
sangat menyenangkan sekali hari ini, Saya berhasil tanpa teriakan atau
nada tinggi pada anak Saya. Rasanya sangat nyaman terutama untuk diri
Saya, Saya merasa sangat berdaya dengan latihan ini. Semoga esok
setidaknya masih sama, tanpa nada tinggi. Hingga seterusnya, bahkan
berkata dengan senyum walopun marah. Aamiin.
Berlatih Bersuara Ramah Day 2
Hari ini latihan Saya berkomunikasi dengan Naren anak sulung
Saya yang berusia tiga tahun tiga bulan. Sama seperti sebelumnya, tantangan
terbesar Saya saat ini adalah bagaimana mengolah kata dan nada suara agar tidak
tinggi. Perlu Saya jelaskan disini bahwa anak Saya termasuk tipe yang sangat
aktif, di dalam rumah dia selalu beraktivitas menggunakan media apapun yang ada
di dalam rumah, pemberani dan setiap orang di rumah akan diajaknya
berkomunikasi. Hal yang paling menantang untuk Saya saat ini adalah bagaimana
menjelaskan padanya pada kegiatan atau aktivitas yang dia lakukan agar tidak
membahayakan dia maupun orang lain. Usia tiga tahun sesuai dengan
perkembangannya dia sudah mulai memahami penjelasan dan pengertian. Butuh
kesabaran ekstra bagi Saya dan seluruh orang di rumah untuk dapat berkomunikasi
tanpa nada tinggi padanya, sekesal apapun tingkah polah yang ia hasilkan. Saya
sebagai ibunya, tentu harus yang pertama menjadi role model bagi anggota
keluarga yang lain yang ada di rumah. Seperti adagium Ibu Profesional: For
things to Change, I must Change first!.
Hal yang menarik yang Saya dapatkan hari ini adalah kemajuan dalam hal jumlah nada tinggi yang Saya sampaikan pada anak Saya. Satu kali, yeayyy…selama kandang waktu latihan, Saya catat satu kali Saya bernada tinggi, yaitu saat sedang membantu anak Saya membersihkan diri saat selesai buang air besar. Posisinya saat itu membahayakan dirinya sebab ia berputar-putar sehingga berpotensi menyebabkan ia jatuh dan tentu saja menyulitkan Saya dalam membersihkan. Saya tahu alasan kedua sungguh sebetulnya adalah tanggung jawab Saya, seharusnya Saya bisa menjelaskan padanya dengan cara yang state yang memberdayakan atau setidaknya tenang, namun rasa panik membangkitkan alam bawah sadar untuk segera berteriak melarangnya.
Namun Saya bersyukur, perubahan hari ini membawa dampak
positif bagi Saya sendiri untuk selalu waspada dan menahan diri dari jeritan,
teriakan dan bentakan lain yang biasanya menjadi pelampiasan atas nama panik dalam
hal membersamainya.
#hari2
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Thursday, November 2, 2017
Berlatih Bersuara Ramah
Komunikasi, rasanya kata
komunikasi seringnya kita anggap taken for granted. Setiap hari setiap orang
berbicara, menyampaikan maksud dan keinginan, berkomentar, meminta, memberi
tahu, dan lain sebagainya. Bahkan saking setiap harinya hal itu kita lakukan, tampaknya
komunikasi menjadi hal yang biasa, tak perlu dipersiapkan dengan matang bahkan
apabila ternyata hasil dari komunikasi tersebut tidak sesuai dengan maksud
kita, paling biasanya kita akan kesal, atau lebih buruk, seringnya kita justru menumpahkan
kekesalan kita pada partner komunikasi kita. Sounds familiar? It does, itulah yang
terjadi pada Saya dan tambah parah sejak Saya punya anak pertama yang beranjak
balita. Malu rasanya menyandang Sarjana Ilmu Komunikasi tapi nyatanya ilmu tak selaras dengan amal, jadi ayo kita belajar lagi.
Materi pertama kuliah Bunda
Sayang ini berjudul Komunikasi Produktif, dan tantangannya adalah berlatih
setiap hari untuk memperbaiki pola komunikasi kita dalam keluarga agar lebih
produktif. Hari ini Saya menentukan satu topik untuk dilatih yaitu berlatih
selalu menggunakan suara dengan intonasi ramah. Jujur saja, siapa orangnya yang
tidak pernah bernada tinggi saat berbicara selama hidupnya? Barangkali dan Saya
yakin ada, tapi it is so human kan kadang manusia berekspresi seperti
lingkungan yang membesarkannya. As for me, Saya sangat lekat dengan cara asuh
demikian sehingga ketika Saya menjadi istri dan seorang Ibu Saya melakukan hal yang sama.
Saya sangat tertohok ketika anak pertama
Saya yang berusia 39 bulan (3 Tahun 3 bulan) sekarang sangat sering
menyampaikan sebuah keinginan dengan cara berteriak jika keinginannya tidak
segera terpenuhi, I was like oh No I did that to him, he is copying me!. Ini teguran
keras buat Saya dan seluruh keluarga. Apalagi setelah membaca sebuah materi
tausiyah tentang rumah tangga syurga adalah rumah tangga tanpa teriakan, tambah
jleb rasanya. Bagaimana tidak, bahkan Saya sering teriak ketika Saya panik atau kesal melihat anak sedang “beraktivitas”
yang bagi kita orang dewasa seperti sedang “bikin berantakan”, padahal apa yang
sedang anak kita lakukan adalah sedang bereksplorasi. Misalnya seperti saat
Saya sedang menulis ini, anak Saya menjatuh-jatuhkan kotak tissue,, instead of
judging him; "kok bikin berantakan sih Nak?!" sambil teriak atau memarahinya,
setelah Saya belajar Saya berusaha tarik nafas, buang nafas kuat lalu berusaha
clear and clarify, “Itu ceritanya kenapa Nak? Kok dibuang kotak tissuenya?" Lalu
anak Saya menjawab: “Iya, itu mobil, mobilnya jatuh, rusak…” aha!! Jadi dia
sedang berimajinasi bermain, sambil observasi, asal masih dalam tahap aman atau
tidak membahayakan, sekarang Saya lebih memilih untuk “Follow the Child”, beri
ia ruang untuk berkreasi. Orang dewasa hanya perlu memahaminya, memahami cara belajar
anak-anak, yang tidak sama dengan cara belajarnya orang dewasa.
Oke, back to topik latihan, jadi
ketika berusaha memahami seperti itu maka Saya mengingat ingat tujuan (desired state) yang
hendak Saya raih dalam latihan kali ini “Bersuara Ramah dalam segala suasana, bahkan
saat marah”. Partner latihan Saya adalah anak pertama Saya. Dalam tulisan Saya ini sebelumnya telah Saya
sebutkan, anak pertama Saya berusia tiga tahun tiga bulan, laki-laki namanya
Naren. Ada alasan kuat selain yang telah Saya sebutkan, kenapa Saya berlatih
dengan anak, karena saat ini anak sulung Saya dan juga Saya sedang belajar
menerima kehadiran anak kedua Saya. Naren sedang berusaha menyesuaikan diri
menjadi seorang kakak. Saya sedang belajar membagi kasih. Luar biasa rasanya,
belum ada sebulan Saya melahirkan, sehingga ujian kesabaran ini terasa komplit
sekali. Beberapa kali ketika Saya belum berlatih, Saya selalu lepas kendali,
tidak jarang ketika Naren minta perhatian Bundanya dan Saya sedang merawat atau
menyusui adiknya, Saya berteriak padanya meminta untuk menunggu dan tidak
mengganggu proses. Ya Allah…padahal sungguh ia pun sejatinya sedang berusaha
memahami, kenapa sekarang Bundanya terbagi perhatiannya. Seringnya setelah itu
lalu Saya menangis, meninta maaf padanya, karena apalah hak Saya membentak
AmanahNya, apa kelak yang akan Saya pertanggungjawabkan pada Allah jika Allah
kelak bertanya di Yaumul Mizan. Padahal ia juga adalah bayi yang tiga tahun
lalu Saya damba-dambakan kehadirannya, dan Ia adalah masih bayi yang sama hari
ini.
Baik, dalam latihan ini Saya tetapkan
kandang waktu, yaitu dengan batas waktu hingga waktu Ashar tiba. Saya merasa
perlu membuat kandang waktu demikian untuk membantu Saya berlatih sedikit namun
komit dan mengamalkan, sehingga Saya juga memiliki waktu utuk refleksi sejauh
mana hasil dari latihan yang sudah Saya lakukan. Hasil hari ini: dalam skala parameter keberhasilan yang Saya
tentukan: yakni lebih dari tiga kali nada tinggi/bentakan/ teriakan, maka hari
ini Saya gagal dan masih bernada tinggi bahkan teriak hingga empat kali,
utamanya ketika saya panik melihat kak Naren menyentuh adik bayinya dengan
sentuhan yang terlalu kuat bagi anak bayi dan cenderung berpotensi membahayakan
keselamatan adiknya.
#hari1
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Subscribe to:
Comments (Atom)







