Saturday, December 23, 2017

Kemandirian Anak: Kekuatan untuk Meninggalkan

Ketika memulai tantangan Kemandirian kali ini, Saya jadi teringat tulisan Saya Di status Facebook tanggal 10 April 2016:

Lalu Pertanyaannya, jika hidup kita berakhir kontraknya oleh Allah, apa saja yang sudah kita persiapkan untuk meninggalkan generasi yang kuat sepeninggal kita?

"Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anak nya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar" (an-Nisa': 9)

Terngiang-ngiang ayat diatas, bahwa kita harus takut jika meninggalkan anak-anak dalam keadaan lemah. Dalam hal ini Saya memaknai lemah dalam banyak aspek, utamanya aspek kemandirian. Kemandirian bukan sekedar bisa melakukan banyak hal sendiri. Sungguh kemandirian adalah tentang bagaimana "mengucapkan yang benar".

Bagi Saya, bagaimana kita mengajak diri kita sebagai orangtua untuk menampilkan laku seperti yang ingin anak kita tiru. Ingin anak kita makan sendiri, maka tampakkanlah bahwa makan sendiri itu menyenangkan. Ingin anak kita bisa membersihkan mainannya sendiri maka tunjukkan bagaimana caranya, lalu beri mereka ruang untuk mencoba, merasakan pengalaman, merasakan salah dan keliru. Beri mereka ruang untuk mengapresiasi dirinya, lalu mari kita afirmasikan, sehingga bukanlah ia kita tuntut namun kita tuntun.


Pada akhirnya, kemandirian anak adalah merupakan latihan bagi orang tua untuk meyakinkan diri, bahwa anak hanyalah titipan, ia milik Ilahi. Kita diberi tugas untuk menyampaikan ilmu dari pemiliknya. Maka berhati-hatilah, untuk mengucapkan yang benar, dari hati untuk berdikari.

Saturday, December 16, 2017

Latihan Kemandirian Anak: Makan yuk! Day#10

Alhamdulillaah, latihan hari ini Saya teguhkan hati untuk kembali tega. Saya siapkan satu mangkok bakso untuk ya. Saya yakin Naren sudah sangat lapar. Saya teguhkan hati untuk tidak ikut suapi.

Saya tinggal untuk menyusui adiknya. Begitu saya selesai menyusui, mangkoknya sudah bersih. Bahkan Naren sempat ambil sendok sendiri untuk melahap kuah baksonya. Padahal tadinya saya hanya menyediakan garpu untuk menyendok mienya.

Alhamdulillaah ya Allah. Pelajaran yang sungguh berharga yang selalu akan saya terapkan: percayakan bahwa anak Kita pasti bisa! Latih dan terus berlatih.


Latihan Kemandirian Anak: Makan yuk! Day#9

Latihan kemandirian dalam hal makan sendiri ini sungguh menjadi concern saya yang paling utama. Sebab Saya memiliki pengalaman masa kecil yang kurang baik terhadap proses makan. Saya terbiasa disuapi oleh Ibu saya. Hal ini membuat Saya tidak suka makan sendiri hingga kelas enam SD.

Hal yang sama saya khawatirkan pada anak Saya, sebab saat ini yang mengasuh anak Saya ketika Saya bekerja adalah mama Saya. Hingga ia pastilah memiliki kecenderungan yang sama untuk selalu menyuapi.

Seperti latihan hari kesembilan ini, sedari pagi Naren disuapi sarapan oleh eyangnya. Baik, saya coba lagi menyemangatinya untuk menyuap sendiri, namun pagi ini ada perubahan mood Di diri Naren. Sangat tidak berselera menyuap sendiri.


Kebetulan saya keesokan harinya akan mulai bekerja kembali sehingga fokus saya juga terbagi. Namun pelajaran hari ini yang belum berhasil, memberikan sebuah keteguhan hati untuk tidak berhenti berlatih. Menyiapkan waktu terbaik bagi mereka agar kelak di masa dewasanya menjadi pribadi tangguh. Bismillah esok coba lagi dan latih terus.

Latihan Kemandirian Anak: Makan yuk! Day#8

Ada yang tertunda ditulis dalam jurnal belajar kemandirian kali ini. Tersebab bunda sudah mulai masuk kerja kembali hingga proses penulisan tersendat.

Tantangan kemandirian hari ke-delapan saat itu masih dilakukan untuk melatih makan sendiri. Kala itu hari Sabtu, kakak Naren dan adek Maira ikut Bunda menghadiri rapat pengurus IIP Depok di bilangan Margonda.

Kakak sangat kooperatif, sampai siang berkenan ikut Bunda, sampai waktunya makan siang kakak sudah kelaparan dan begitu duduk di tempat makan langsung melahap makanan favoritnya: nasi dan ayam goreng. Alhamdulillaah.


Latihan Kemandirian Anak: Makan Yuk! Day#7

Alhamdulillaah. Satu minggu menjalankan latihan memberi tega kepada anak untuk berlatih makan sendiri. Kadang ada saja rasa khawatir, khawatir dia gak makan-makan lalu lapar sekali. Pada kenyataannya, kekhawatiran itu tidak perlu.

Seperti hari ini masih di latihan yang sama, Naren makan pagi yang walaupun kesiangan tetap lahap dan tidak enggan menyuap sendiri. Bakwan jagung yang saya sajikan padanya. Tidak perlu risau tangan mungil yang berminyak dan belepotan. Ia baru belajar.



Saya apresiasi dirinya, saya tahan diri saya mengomentari betapa berantakannya meja. Tak mengapa, sungguh Saya malah yang banyak belajar dalam latihan ini. Belajar sabar menahan komentar yang tak perlu.

Tuesday, December 5, 2017

Latihan Kemandirian Anak: Makan yuk! Day#6

Pagi ini begitu bangun pagi, langsung Saya siapkan wafer coklat untuk sarapan awal di sebuah mangkok. Iya anak Saya ini agak kebarat-baratan. Makanan pokok awal tidak selalu harus berupa nasi. Seperti kemarin ia malah memilih keju. Bukan berarti Saya tidak memperhatikan asupannya, ini hanya sarapan awal pembuka, sebelum makan sesungguhnya. 

Saya siapkan sekitar lima keping wafer, Alhamdulillaah habis tanpa bantuan sama sekali. Sarapan berikutnya adalah semangka, memang buah favoritnya, alhamdulillaah juga habis. 

Di hari ke-enam ini Saya yakin, bahwa kemandirian sesungguhnya dibangun dan didukung. Setiap harinya orangtua harus berproses bersama mengerti bagaimana ciri khas karakter anak kita, kita contohkan dan kita beri semangat. Tak apa anak masih enggan atau kurang pas melaksanakannya namun terus kita latih, beri ketegaan dan ketegasan diiringi do'a agar anak kita mandiri. Karena tak akan tahu kita hingga kapan kita diberi jatah hidup mendampinginya.

Bayi pertama yang sudah bisa bergaya layaknya anak sekolah. Sudah bisa memilih kaos dan tas nya sendiri.

Monday, December 4, 2017

Latihan Kemandirian Anak: Makan yuk Day#5

Pagi tadi, Naren sedang berselera "western breakfast". Atas keinginannya sendiri minta keju slices. Oleh omnya (adik Saya) diiriskan bentuk segitiga di atas piring seperti platingnya sashimi, hehe. Saya pikir keren juga ya, sekalian mengenalkan bentuk-bentuk geometri. Alhamdulillaah, kali ini tanpa arahan, keju helai demi helai masuk mulut dengan lahapnya.



Latihan kali ini juga ada hal yang baru, yaitu Naren menuang sendiri susunya dengan rapih di meja dan tanpa tumpah. Alhamdulillaah. Naren sering dengan inisiatifnya menuang susu, tapi seringnya ia lakukan dengan cara; membuka pintu kulkasnya lebar lebar, gelas diletakkan di lantai, susu dituang hingga luber atau jika tidak luber, menuangnya tidak pas lubang gelasnya. Sehingga walaupun fokus latihan ini adalah tentang makan, sengaja Saya tampilkan foto menuang susu sebagai ilustrasinya sebagai apresiasi padanya. Ini juga adalah bagian dari melatih kemandirian. Mengingat Naren lebih sering minta dituangkan susu dibanding menuang sendiri. 

Pelajaran yang Saya ambil adalah beri kepercayaan pada anak bahwa anak bisa melakukannya. Tahan segala respon ribut kita saat melihat susu yang tumpah, lantai yang lengket. Lantai lengket bisa dipel, namun keberanian anak untuk memulainya sendiri, tidak tergantikan. Jangan kerdilkan inisiatifnya dengan memberi respon negatif. Ia akan memaknai bahwa dia tidak bisa melakukan itu.


Pelajaran kedua adalah prepared environment itu sungguh penting. Lima hari kami berlatih, memang suasananya Saya siapkan, pagi sebelum ia bangun, Saya biasanya sudah menyeduh kopi Dan biasanya Saya makan, sebab Ibu menyusui seperti Saya, bangun tidur Rasa laparnya mendera sekali. Sehingga ia melihat contoh bahwa pagi hari aku juga akan minum susuku sendiri dan makan makananku sendiri.

Sunday, December 3, 2017

Latihan Kemandirian Anak: Makan yuk! Day#4

Latihan hari ini bisa Saya sebutkan menjadi false celebration, it is not fail, hanya hasilnya belum seperti yang diharapkan. Bagi Saya makna gagal itu memiliki efek yang kurang memberdayakan. Maka dari itu Saya memilih tidak menggunakan kata tersebut. Segala ikhtiar yang diusahakan hanya memiliki dampak hasil. Hasil yang sesuai harapan dan ekspektasi atau hasil yang baru. Hasil yang baru yang diluar dugaan, Saya meyakini itu juga bagian dari cara Allah untuk memberi sebuah pelajaran.


Cerita latihan hari ini dimulai dengan tawaran makan makanan yang biasanya ia sukai dan biasanya ia sangat bersemangat untuk makan sendiri, makanan itu adalah spaghetti. Sudah saya masak dan sajikan di piringnya, Saya tunggu beberapa saat hingga sudah berlalu lima belas menit dengan segala ajakan untuk makan...Naren sama sekali tidak berminat untuk makan sendiri. Gelengan demi gelengan kepala tidak minat untuk menyuap sendiri. Padahal untuk makan kerupuk sudah habis dua keping besar makan sendiri.


Oh apa yang kiranya gak tepat ya, karena beberapa saat kemudian disuapi Naren mau melahap spaghettinya. Betul dia bukan tidak suka spaghettinya, tapi dia sedang enggan makan sendiri. Baiklah, sampai saat Saya menulis jurnal ini Saya masih mencoba mencari tahu apa sebab Naren tidak mau makan sendiri. Padahal tiga hari latihan sebelumnya dengan menyajikan makanan kesukaannya, strategi itu berhasil. Well, harus mencari strategi lain untuk esok. Karena, there is no failure only wrong strategy, so we must change our strategy!.

Saturday, December 2, 2017

Syukurku Untuk Sabarku, Sabarku untuk Ramahku: Sebuah Refleksi Belajar Bersuara Ramah




Jika kau ingin melawan ketidaksabaranmu, belajarlah untuk bersyukur.
- Nouman Ali Khan -

Rasanya... 24 jam mengurus anak-anak, jam tidur tidak lurus, polah tingkah keaktifan anak banyak yang membuat seolah-olah ingin teriak "Aku lelaaaaaahhh".

Tapi jika satu persatu diurai, siapa dulu yang berusaha sekuat tenaga ingin sekali punya bayi? Ingat proses  hamil pertama yang harus sangat diupayakan, diikhtiarkan berbagai rupa test, diet low GI karena Saya terbukti PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome), olahraga rutin karena wajib untuk menurunkan berat badan, disuntik pemecah telor (ovum) agar ovulasinya terjadwal.

Inget Naren saat pernah opname di rumah sakit, ingat semua rasa sedih saat ia sakit tak berdaya membuat Saya sangat bersyukur saat ini dia sehaaaatt...aktif...ceria...ohh semua lelah Saya saat ini..it's all worthed.

Sehingga, jika Saya tidak mengaplikasikan rasa syukur ini dengan cara bersabar, maka alangkah kerdilnya jiwa Saya. Jika Saya saat ini masih berkomunikasi dengan cara yang tidak sabar, sungguh Allah pasti tidak ridho. Sesungguhnya anak-anak adalah suci dan fitrah. Mengapa harus kesal jika mereka bereksplorasi selayaknya anak-anak.

Saya masih sangat sering berkomunikasi dengan membuat nada tinggi memekik. Seolah jika Saya demikian maka anak Saya akan memahami arahan Saya. Nyatanya alih-alih mengikuti arahan, anak Saya malah meniru cara Saya berbicara. Di titik inilah kemudian tekad tinggi Saya fokus pada latihan bernada ramah dalam setiap komunikasi kepada anak Saya Naren.
Prosesnya harus Saya akui sungguh jauh dari mudah. Tersandung, terjatuh lagi dalam cara lama. Selama proses sepuluh hari dalam tantangan tak jarang Saya harus mengakui Saya gagal hari itu. Namun Saya memilih untuk false celebration, it's okay to make mistakes as long as we learn from it. Apakah Saya akan berhenti di sepuluh hari? Of course not. Saya akan lanjutkan. Karena terasa sekali mengamalkan satu ilmu: Menggunakan nada suara ramah,  berdampak ke banyak hal. Hati tenang, nafas teratur, state diri menjadi positif.
Bayangkan, baru satu poin sederhana dari strategi berkomunikasi yang diamalkan, efeknya sangat memberdayakan. Apalagi jika seluruh strategi dalam materi Komunikasi Produktif diamalkan menjadi strategi yang tepat guna. Alangkah indahnya proses membersamai anak dan menciptakan ciri rumah beraroma syurgawi.

Maka pantaslah Komunikasi Produktif menjadi pembuka materi Bunda Sayang, sebab bermula dari ikhtiar komunikasi lah, rasa, karya, cipta akan mendapatkan ruh nya. Rasa sayang diungkap sesuai strategi, menjadikan energi hati yang melecut diri. So this is it, my AHA point; Komunikasi Produktif dibuka dengan satu hal penting: KESABARAN, lakukan dengan Sabar, tidak tergesa tidak murka. Tambahkan ikhtiar meningkatkan Kesabaran dengan BERSYUKUR. 

Latihan Kemandirian Anak: Makan yuk! Day#3

Hari ketiga latihan makan sendiri kali ini alhamdulillaah berjalan lancar. Naren bangun jam setengah enam pagi lalu minta makan biskuit. Sesudahnya minta lagi untuk makan mie. Seperti hari sebelumnya, saya menyadari makan apa yang dia suka menjadi pemicu semangatnya. 



Sekali lagi dibutuhkan kesabaran yang luas ketika sang anak makan dengan gayanya sendiri. Kali ini Naren tidak mau makan menggunakan garpu yang telah Saya sediakan. Dia memilih menggunakan tangan menyuap helai demi helai mie yang tersaji. Jangan harap anak berlatih makan akan rapih, tentu bagian ini pun harus menjadi ketabahan berikutnya, membersihkan lantai dan meja yang Kotor dan lengket oleh tumpahan makanan. 

Well, kotor dan lengket bisa dipel, namun kesiapan anak untuk terampil dalam keahlian hidup dasar tak bisa ditunda. Sebab hidup tak akan menunggu, ia akan terus melaju. Setahap demi setahap dimulai demi mencapai mandiri. Karena kelak Bunda tak akan lagi membersamai.

Friday, December 1, 2017

Latihan Kemandirian Anak: Makan yuk! Day#2

Melatih makan sendiri sebetulnya tidak sulit, Saya mengamati bahwa anak itu pasti akan makan pada jam ia butuh makan. Survival need nya pasti mengirimkan sinyal untuk ia mencari makan, itu fitrah, basic needs.

Hari ini Saya kembali melatihnya untuk makan sendiri. Sengaja, beberapa jam tidak disuapi makanan, namun tetap menyediakan di tempat yang bisa ia raih. Betul saja, jam sepuluh pagi anak Saya, Naren sudah meraih piring yang berisi telur dadar, lalu ia makan. Saya amati saja sembari memberi dukungan "pintar ya, kakak lapar ya? Pintar ambil telur sendiri, iya maem nak!"



Saya sangat menahan diri untuk tidak mengintervensinya dengan menyuapi. Biasanya yang paling ribut adalah eyang putrinya. Namun kali ini eyang sedang di kamar tidak menyaksikannya. Pengasuh saat kita tidak sedang dirumah seperti eyang memang tantangan sendiri dalam melatih. Tantangannya meyakinkannya dalam perbedaan melatih kemandirian. Maka dengan posisi Saya yang masih cuti melahirkan, moment ini sungguh Saya manfaatkan untuk membersamainya.

Hasilnya, telur dadar tadi habis tak bersisa. Pelajaran di hari kedua ini juga adalah, anak usia tiga tahun sudah paham beragam rasa, sehingga ia mempunyai kecenderungan selera, ia akan tertarik makanan yang ia sukai, maka dalam proses melatih, sediakan atau pancing dengan makanan yang ia suka. Dengan catatan harus memenuhi unsur gizi seimbang ya. Atau setidaknya atur strategi asupan dengan menyediakan makanan empat bintang dalam one meal dish.

Papaku Pahlawan Hatiku

Bercerita tentang sosok pahlawan dalam diri seorang ayah, awalnya Saya bingung sosok Ayah siapa yang akan Saya ulas. Karena dalam perjalanan hidup Saya, sosok seorang Ayah pernah begitu gelap. Ada kejadian dan peristiwa traumatis bagi Saya tentang papa Saya saat Saya masih sekolah, sehingga membuat Saya tidak nyaman untuk berinteraksi dengan papa Saya, bahkan berbicara dengannya pun Saya enggan.

Namun, seiring berjalannya waktu dan kedewasaan Saya meningkat, Saya mulai menyelesaikan inner child tentang papa Saya hingga selesai, bersih. Saya bukan melupa, tapi Saya maafkan papa, agar hati lapang, dan mudah melangkah. Puncak pembersihan inner child adalah saat pernikahan Saya, dimana saat sungkeman papa menangis sesenggukan memeluknya Saya, and I took it as an apology he asked to me, selesai.  Saat ini papa tinggal bersama Saya di rumah Saya, membantu banyak pekerjaan rumah dan bersama mama Saya menjaga cucu mereka, anak-anak Saya ketika Saya pergi bekerja.

Sepanjang hidup Saya, walaupun papa pernah memberikan kenangan yang kurang menyenangkan, dalam kenangan terdalam, Saya mengakui banyak hal dari papa yang Saya kagumi. Apa yang akan Saya ceritakan yang bagi Saya merupakan sosok heroik yang dilakukan oleh papa adalah peristiwa baru-baru ini ketika Saya tengah hamil Dan melahirkan anak kedua Saya sebulan yang lalu.

Kehamilan anak kedua merupakan proses yang penuh tantangan bagi Saya. Masuk trimester kedua, keluhan-keluhan fisik seperti gangguan pada syaraf halus di tangan, kaki bengkak (edema), serta sakit pada pelvic (Symphysis pubis dysfunction) membuat Saya sangat frustasi. Menahan sakit yang tiada obatnya selain sakit itu akan hilang setelah kelahiran. Adalah papa Saya yang memiliki keahlian memijat, yang dengan sabarnya setiap hari mengabulkan permintaan tolong Saya untuk memijat bagian-bagian tubuh Saya yang terasa sangat sakit tersebut. Hampir setiap malam, bahkan pada saat tertentu ketika syaraf di tangan Saya kumat rasa nyeri yang dahsyat hingga berlangsung beberapa jam tidak hilang, selama berjam jam itulah papa menemani tangisan Saya dengan pijatannya.

Maybe this all he could to pay what he did in the past, yet not, to me this is my heart and health hero deed.

Tubuh papa saat ini memang menua dan kurus, tapi tenaga papa tetap prima. Salah satu hal yang patut Saya syukuri adanya papa tinggal bersama Saya. Satu sisi Saya punya kesempatan berbakti, sisi lainnya papa masih bisa merawat anaknya dan cucunya dengan keahliannya. How lucky I am, sewaktu waktu butuh dipijat, papa siap sedia jam berapapun. Bayangkan jika harus membutuhkan terapis pijat dari tempat pijat atau salon muslimah, tak akan bisa stand by dan yang jelas keluar biaya.

Sampai saat Saya tengah kontraksi, menuju kontraksi intens panggul Saya sudah mulai tidak nyaman. Teknik rebozo yang dulu diajarkan di kelas hypnobirth Saya minta papa untuk melakukannya dengan pijat tangan. Rasanya sangat nyaman jika sedang kontraksi begitu diusap-usap dan dipijat. Suami Saya memang tidak bisa memijat, dalam arti jika memijat tenaganya tidak kuat, sedangkan Saya biasa dipijat, sehingga untuk rebozo inipun Saya akhirnya minta tolong papa untuk melakukannya agar efektif. Sambil bergoyang di birth ball papa dengan telaten memijat pinggul Saya. Hingga saat di perjalanan menuju bidan, papa sigap memijat manakala kontraksi datang. Sungguh...hal sederhana yang luar biasa bagi Saya, pijatannya papa memiliki efek therapeutic, menyembuhkan. Mungkin juga setiap papa memijat, papa selipkan do'a-do'a.

Papa, anakmu ini memang sudah menjadi orangtua, tapi dirimu selalu siap sedia manakala anakmu membutuhkan. Nilai inilah yang kucontoh darimu, ikhlasnya engkau merawat anakmu, tak kan pernah putus takkan pernah selesai. Maka marilah kawan, kita menjadi orangtua yang demikian. Tugas kita tak akan selesai hanya ketika anak kita menikah. Tugas selesai manakala Allah putuskan selesai, yang berarti kontrak hidup selesai. Itulah kepahlawanan yang hakiki.


Catatan:
*Tulisan ini disajikan untuk memenuhi tugas penulisan non fiksi kelas minat menulis Ibu Profesional Depok bersama Kak Galuh

Thursday, November 30, 2017

Latihan Kemandirian Anak: Makan yuk! Day#1

Melatih kemandirian anak sama halnya dengan melatih diri orangtua untuk siap terhadap cara anak belajar melakukan apa yang kita ajarkan, dengan caranya sendiri. Bukan menyoal apakah anak akan bisa, tapi menyiapkan konsistensi dan dukungan kita agar anak melakukannya, sehingga pasti ia akan bisa bukan karena terpaksa tapi karena biasa dan bahagia.

Latihan kemandirian minggu pertama akan Saya fokuskan kepada keterampilan makan sendiri. Masih sama dengan latihan Di materi pertama, fokus latihan adalah anak Saya pertama usia tiga tahun

Saturday, November 25, 2017

Aliran Rasa Komunikasi Produktif

Dua bulan di rumah sejak cuti melahirkan, kesempatan engange dan observe kakamas #narenkeren. MasyaAllah... Bayi pertamaku yang dulu...kini bertumbuh dengan keunikan potensialnya.

Usianya tiga tahun tiga bulan. Kinestetik nya dominan. Bergerak selalu. Tenaganya kuat, kemauannya kuat. Jika diarahkan melakukan sesuatu ia akan balik bertanya misal:

Bunda: "Naren ayo cuci tangan yuk"
Naren: "Kenapa?"
Bunda: "kan kotor tangannya..."
Naren: "Habis apa?" (Maksudnya habis ngapain aku kok bisa kotor)
Bunda: " Habis makan, berminyak"
Naren: " Ooo...habis makang (makan) ya...beminyak ya...pake sabung (sabun) ya..."
Bunda: "Iya"

Naren demikian karna memang dibiasakan sejak kecil diberi penjelasan saat kita mengajak dan mengarahkan sesuatu. Sehingga ia meniru, saat sekarang jika ia diminta melakukan sesuatu tapi tidak jelas sebabnya ia akan bertanya. We'll indeed children see children do.

Banyak juga roleplay yang ia lakukan setelah ia mengamati perilaku orang dewasa. Yang terbaru adalah roleplay sebagai tukang sayur keliling yang di komplek, haha karena bundanya ngajak belanja di tukang sayur. Sama niruin Bunda yang lagi mimikin adek.. sampe dibuka bukak kaosnya.... Lho alaah naak...jadi Ayah ASI ya kelak haha.

Tapi sedihnya kalo meniru hal negatif yang kita lakukan. Iyaaa,,, kita masih suka khilaf kan sebagai orang dewasa. Kalo lagi panik atau suntuk misalnya kadang nada bicaranya naik tiga oktaf. Jadi Naren juga suka ngikut, kalo menolak sesuatu dengan berteriak. Dohh pe err...

Makanya ini lagi latihan banget merubah diri. Mumpung masih cuti bisa optimal membersamai. Sambil muhasabah diri, what I have done wrong. Sudah sepuluh hari ini latihan komunikasi produktif. Moment nya pas banget untuk menghadapi tantangan perilaku Naren yang sedang cemburu sama adiknya.

Timing yang sangat kritikal, yuk kita jadikan diri kita teladan yang paling baik untuk rujukan anak-anak kita. Bukan untuk siapa-siapa, kelak ini untuk kita sendiri yang akan merasakan hasilnya Di kemudian hari. Supaya kelak ketika Allah minta LPJ setidaknya ikhtiar kita optimal di laporan tersebut. Adapun assessment nya, let Allah decide.

Saturday, November 11, 2017

Berlatih Bersuara Ramah Day 10

Latihan berkomunikasi secara produktif salah satunya dengan bersuara ramah, sejatinya adalah memberi teladan pada anak. Sebagaimana kita ketahui, anak adalah peniru yang sangat ulung, dia tidak akan hanya sekedar mencontoh dari apa yang hanya kita katakan, namun 80% is akan mencontoh dari perilaku orang tuanya.

Saya ingin mengaku dosa, bila Saya sudah cukup terlatih bersuara ramah tapi bahasa tubuh Saya belum mencerminkan keselarasan (kongruen). Saya masih suka menyentil anak Saya saking gemesnya atau panik. Yang kedua walopun Saya sudah berusaha menggunakan strategi komunikasi pilihan pada anak, saya masih memberikan pilihan dengan konsekuensi yang saya khawatir saya bisa melukai hatinya.

Contohnya adalah ketika anak Saya berperilaku yang sudah membahayakan, dan ketika Saya mengarahkan untuk tidak melakukannya, saya tawarkan opsi untuk anak Saya nanti tidur malam di dapur saja bukan di kamar jika ia tetap melakukannya. Pernah satu kali memang sebagai konsekuensi saya diamkan anak Saya di dapur, lampu saya matikan, lalu pintu saya tutup dan tahan agar ia tak bisa keluar. Baginya itu pengalaman tak menyenangkan, konsekuensi yang tidak menyamankan baginya, maksud Saya agar ia belajar perihal konsekuensi. Di titik inilah saya khawatir. Jangan-jangan bahasa tubuh Saya atas konsekuensi ini melukai hatinya sehingga jika demikian maka Saya belum sepenuhnya selaras.


Inilah perubahan mindset yang saya dapat dari latihan hari ini. Waktunya untuk berpikir lebih kreatif lagi dalam berstrategi komunikasi dengan anak sulung Saya. He is very very creative kid, one of a kind, he is unique in his own way, Saya gak ingin melukai fitrah egosentrisnya namun juga Saya ingin menanamkan pembelajaran adab padanya. Yuk latihan Lagi because; "There is no failure, only wrong result. So we have to change our strategy!".

Friday, November 10, 2017

Berlatih Bersuara Ramah Day#9

Merendahkan suara sungguh membuat hubungan Saya dan anak sulung Saya semakin harmonis. Hari ini Saya berlatih dengan sangat rileks. Dengan berusaha bersuara ramah Saya berusaha mengeliminir kata-kata negatif. Contohnya untuk maksud menyampaikan bahwa sebaiknya sang adik tidak digenggam tangannya terlalu kuat, saya memilih diksinya lain misal: "Kak, tangan adik kecil ya coba nih pegang tangan Bunda yang besar" dengan begitu ia akan melepaskan genggaman tangan adiknya dan fokus pada tangan Saya.

Sehingga betul sesungguhnya ada cara yang lebih menentramkan untuk menuju tujuan yang sama. Ini latihan yang sangat menarik. Progress yang Saya rasakan sungguh terasa. Tidak bernada tinggi membuat raut wajah juga lebih segar dan satu hari yang Saya lalui menjadi sangat syahdu, penuh kasih. Begitulah sejatinya bahasa cinta, lembut.

Tak ada yang lebih damai dari rumah yang tanpa teriakan. Tidak melukai batang otaknya. Karena sejatinya berteriak menurut penelitian mempengaruhi batang otak anak yang kelak merespon teriakan bentakan dan nada tinggi dan anak cenderung self defence dengan Cara "fight" bukan dengan cara mencari solusi.

Thursday, November 9, 2017

Berlatih Bersuara Ramah Day 8

Alhamdulillaah. Setelah melalui delapan hari jatuh bangun berlatih komunikasi produktif dengan fokus Bersuara ramah tanpa nada tinggi, hari ini terasa semakin mudah bagi Saya menjalankannya. Cerita menarik hari ini Saya banyak bercengkrama dengan anak pertama Saya, saya perbanyak frekuensi peluk dan cium serta banyak bermain bersamanya.

Hal sedih yang bisa menjadi hikmah adalah saat anak Saya terjatuh terpeleset karena licinnya paving block. Walopun panik dan merasa sedih, Saya bisa dengan sangat tenang membantunya berdiri, membersihkan tubuhnya dari tanah. Tidak ada teriakan kepanikan atau mengalihkan dengan kalimat "Tuh kaan apa Bunda bilang...".

Saya memeluknya, Saya katakan Saya memahami rasa sakitnya dan menyarankan supaya kelak sebaiknya tidak berlarian ketika paving block nya sedang berlumut. Alhamdulillaah dengan cara berkomunikasi seperti ini anak juga lebih tenang dan tangisnya cepat mereda.

Semakin enteng rasanya menahan teriakan dan nada tinggi. Hal yang mengejutkan juga baik suami, mama Saya dan kedua adik Saya yang sedang tinggal bersama di rumah kami pun jadi ikut mencontoh. Betul ya, seorang Ibu itu memang harus menjadi role model bagi keluarga. Hanya dengan latihan sederhana seperti ini namun dampaknya besar.

Wednesday, November 8, 2017

Berlatih Bersuara Ramah Day 7

Dari sekian banyak poin latihan berkomunikasi pada anak, sampai hari ke-tujuh ini Saya konsisten untuk fokus pada melatih diri saya untuk dapat berkomunikasi dengan lembut, tanpa nada tinggi pada anak. Mengapa? Karena itu yang paling sulit bagi Saya.

Mengolah emosi untuk dapat tetap calm pada kondisi sefrustasi apapun menghadapi anak Saya. Suliiit ya Allah tantangan ini Saya lalui mengingat anak pertama Saya sangat aktif dan banyak sekali kreativitasnya.

Kali ini saya ingin menceritakan bagaimana caranya saya mengantisipasi letupan ingin teriak panik ketika anak Saya menarik tangan mungil adiknya yang baru satu bulan dengan kuat. Sungguh tak mudah menahan rasa ingin berteriak ketika panik atau kaget. Namun cara bagi Saya yang saya temukan efektif adalah dengan segera menarik nafas panjang. Hal ini seperti mudah dilakukan namun jika tidak dilatih dan ditanamkan pada mindset kita tetap akan sulit.

Saya ingat saat melahirkan untuk menahan rasa sakit misalnya saat kontraksi atau saat sedang dijahit, pasti kita diarahkan untuk tarik nafas panjang. Nah saya gunakan teknik submodalities Dan reframing ketika saya menarik nafas panjang ini. Saya putar sebuah "album foto" saat sedang menarik nafas ini dengan album foto anak pertama Saya ketika masih bayi, betapa ia menggemaskan, lucu, bikin kangen. Dan bayi Yang lucu itu saat ini tengah Di hadapan Saya dengan kelucuannya yang lebih pintar lagi. Ketika album foto itu terlintas, diiringi dengan backsound berupa nyanyian anak Saya atas lagu favoritnya yang sering ia nyanyikan. Ya! is masih bayi yang sama yang tiga tahun lalu berjuang bersamaku lahir ke dunia ini. Dan bayi itu sekarang bisa bernyanyi Dan sangat aktif. Alhamdulillaah...

Dengan cara itu Saya kembali tenang dan bisa dengan rileks mengubah tone suara. Sungguh damai.

You'll always be my baby!



Tuesday, November 7, 2017

Berlatih Besuara Ramah Day 6

Hari ini masih melakukan latihan berusaha ramah atau seminimnya bagi Saya saat ini adalah berasuara tanpa nada tinggi. Alhamdulillaah sekuat tenaga Saya sanggup menahan tanpa ada nada tinggi sama sekali hari ini.

Tapi harus Saya akui, effort ya sungguh sangat sulit

Berlatih Bersuara Ramah Day 5

Hari ke-lima Saya sungguh merasakan cukup berat. Spontanitas nada tinggi keluar lagi ketika anak Saya berpotensi mencelakai adiknya lagi, Saya yakin maksudnya tidak demikian, namun gerakannya Yang belum bisa mengukur diri sendiri, berpeluang membuat adiknya tersakiti secara fisik. 

Sudah dua Hari terakhir ini Saya merasa sangat frustasi menyesuaikan diri dengan tingkah anak pertama Saya Dalam mencari perhatiannya anak Saya, sehingga dua hari saya gunakan bahasa tangan kepada anak. Astaghfirullahaladziim... Dosa.

Bismillah ya Allah semoga  kegagalan dua Hari ini memberikan hikmah Yang bisa meneguhkan niat Saya lagi dalam latihan ini. Sebab Saya yakin bahwa setiap perkataan adalah do'a dan perilaku menguatkannya. Maka mana mungkin Saya berhasil berkomunikasi secara produktif jika Saya kerap mengulang lagi cara bicara nada tinggi. 

Sunday, November 5, 2017

Memberdayakan Diri melalui Literasi

Mengikuti workshop kelas menulis Ibu Profesional Depok dengan Kak Galuh sebagai mentornya, sungguh merupakan lecutan bagi diri Saya sendiri. Sejak lama Saya berangan-angan ingin menerbitkan sebuah buku. Bahkan Saya sempat berikrar, hendak membuahkan sebuah buku di tahun depan. Yakin betul ya Saya, tapi Saya menyadari keyakinan itu tidak diiringi dengan laku ikhtiarnya. Belum satu naskah pun Saya susun. Baru sekedar beberapa kerangka saja. Beberapa topik dan Bab nya. Namun, beragam alasan selalu menghampiri.

Saat membaca materi dari Kak Galuh tentang literasi, Saya seperti dibangunkan dari bobok panjang yang melenakan. Saya kok sombong betul ya selama ini merasa diri sudah kaya gagasan. Padahal, menjadi seorang penulis itu membawa konsekuensi tanggung jawab keilmuan. Bagaimana mungkin Saya bisa membuahkan karya yang mengisi jiwa pembaca, bila Saya sendiri tak mengisi jiwa Saya sendiri dengan gagasan Yang mendukung buku Saya kelak.

Maka, ketika tugas minggu pertama adalah mempertanyakan diri; Apa yang hendak kita lakukan untuk membangun budaya literasi dalam diri kita. Maka inilah sekiranya yang akan Saya ikhtiarkan:

1. Tilawah Qur'an beserta membaca artinya, target satu hari minimal dua halaman mushaf, ini dengan tujuan agar sedikit tapi komit. Kemudian juga agar membaca maknanya lebih memahami, tidak tergesa.
2. Saya sangat sangat suka membaca buku, sejak kecil buku bagi Saya adalah rekreasi, bahkan ketika itu  a adalah buku referensi ataupun surat kabar. Namun, karena time management Saya yang kembali tidak tertib, Saya banyak berhutang pada satu lemari buku yang belum ada yang Saya baca hingga khatam. Maka Saya berazam akan Saya mulai minggu ini. Pertama Saya akan membaca buku  referensi dengan menargetkan satu minggu satu buku, sudah berikut resumenya.
3. Membaca buku fiksi, utamanya novel, setiap hari Jum'at. Alasannya; Sudah menjelang weekend dan pada saat istirahat Jumatan waktunya lebih lama. Hal ini agar pikiran dapat tamasya, dan berlatih theater of mind.
4. Berlatih menulis cerita mini, fiksi singkat. Setidaknya satu bulan satu cerita.
5. Membaca di depan anak, artinya memperlihatkan kepada anak untuk membangkitkan minat suka buku dengan cara menjadi role model

Hal diatas yang nomor satu akan Saya lakukan ketika selesai masa nifas Saya, dan yang ketiga akan Saya lakukan ketika Sudah mulai masuk kerja kembali. Sampai dengan awal Desember saya baru akan melakukan ikhtiar nomor dua.

Sesungguhnya tantangannya sungguh besar, sebab masih dalam proses merawat newborn, menyusui, stok ASIP dan yang pualing menantang adalah berkomunikasi dan menghadapi sang kakak yang masih cemburu dengan adiknya. Bismillah...mari kita ikhtiarkan.



Berkarya Bersuara Ramah Day 4


Hari keempat Saya sungguh merasakan cukup berat. Spontanitas nada tinggi keluar lagi ketika anak Saya berpotensi mencelakai adiknya. Saya pikir Saya cukup tangguh setelah hari latihan sebelumnya Saya dengan bahagianya sama sekali tidak mengeluarkan pitch oktaf tinggi di suara Saya.


Tak pula Saya tak bisa menahan "bahasa tangan" yang berbicara, walopun hanya sentilan sentilun atau cengkeraman gemas... Ampun ya Allah... Saya tak berhak membegitukan Amanah titipanMu. Tak apa, biar jurnal ini menjadi saksi perjalanan, untuk muhasabah diri ini.



Ujian kehadiran anak kedua yang sungguh belum saya persiapkan dengan matang. Saya berpikir in Syaa Allah kelak Saya bisa menghadapinya, pada  kenyataannya, tantangan komunikasi dengan sang kakaklah yang menjadi tantangan utama.



Saturday, November 4, 2017

Berlatih Bersuara Ramah Day 3

Ketika kita menjadi orangtua, dan anak kita beranjak semakin besar, maka setiap orangtua pasti ada masa dimana ia akan terkaget-kaget dengan perkembangan sang anak. Kadang sungguh diluar dugaan, orangtua lah yang justru belajar pada anak, bukan sebaliknya. Saat berlatih bersuara ramah di hari ketiga ini, Saya mulai nyaman dengan kebiasaan bertutur dengan nada standar. Pengalaman paling unik Hari ini adalah ketika anak saya merengek-rengek terhadap satu permintaan. Saat itu Saya bersikap tegas menolak dengan lembut, Saya jelaskan mengapa Saya tidak membolehkannya. Rengekan itu berulang dan berulang...namun Saya tetap pada pendirian dan ketentuan.

Anak Saya memiliki trik baru, ia akan bersikap protes dengan mimik sedih, tersungkur bersujud di lantai, merengek-rengek pelan manja bahkan kadang berurai air mata. Hari ini dia lakukan trik yang sama, sebab pernah satu kali dengan sikap begitu lalu Saya kabulkan permintaannya, saat itu tentu saya iba karena baru sekali ia begitu. Lalu saat hari ini dia gunakan cara yang sama, Saya jadi tersadar akan pola ini. Cerdas sekali ya anak-anak itu ma Syaa Allah... namun demikian follow the child juga dengan catatan.

Konsep follow the child harus diimbangi juga dengan arahan larangan apabila sudah bersinggungan dengan potensi bahaya dan potensi pelanggaran adab yang anak lakukan. Dalam hal latihan komunikasi Kami hari ini, Saya mencoba memahamkan pada anak bahwa Ada adab berkegiatan yang anak saya belum patuhi. Ada konsekuensi Dan komitmen atas code of conduct berkegiatannya yang ia harus terima. Tentu pelarangan ini masih dalam kerangka menjaga fitrah anak dengan menjaga egosentrisnya, namun dengan tambahan belajar konsekuensi.

Rasanya sangat menyenangkan sekali hari ini, Saya berhasil tanpa teriakan atau nada tinggi pada anak Saya. Rasanya sangat nyaman terutama untuk diri Saya, Saya merasa sangat berdaya dengan latihan ini. Semoga esok setidaknya masih sama, tanpa nada tinggi. Hingga seterusnya, bahkan berkata dengan senyum walopun marah. Aamiin.

#hari3
#gamelevel1 
#tantangan10 hari  
#komunikasiproduktif 
#kuliahbunsayiip         
 

Berlatih Bersuara Ramah Day 2


Hari ini latihan Saya berkomunikasi dengan Naren anak sulung Saya yang berusia tiga tahun tiga bulan. Sama seperti sebelumnya, tantangan terbesar Saya saat ini adalah bagaimana mengolah kata dan nada suara agar tidak tinggi. Perlu Saya jelaskan disini bahwa anak Saya termasuk tipe yang sangat aktif, di dalam rumah dia selalu beraktivitas menggunakan media apapun yang ada di dalam rumah, pemberani dan setiap orang di rumah akan diajaknya berkomunikasi. Hal yang paling menantang untuk Saya saat ini adalah bagaimana menjelaskan padanya pada kegiatan atau aktivitas yang dia lakukan agar tidak membahayakan dia maupun orang lain. Usia tiga tahun sesuai dengan perkembangannya dia sudah mulai memahami penjelasan dan pengertian. Butuh kesabaran ekstra bagi Saya dan seluruh orang di rumah untuk dapat berkomunikasi tanpa nada tinggi padanya, sekesal apapun tingkah polah yang ia hasilkan. Saya sebagai ibunya, tentu harus yang pertama menjadi role model bagi anggota keluarga yang lain yang ada di rumah. Seperti adagium Ibu Profesional: For things to Change, I must Change first!.


Hal yang menarik yang Saya dapatkan hari ini adalah kemajuan dalam hal jumlah nada tinggi yang Saya sampaikan pada anak Saya. Satu kali, yeayyy…selama kandang waktu latihan, Saya catat satu kali Saya bernada tinggi, yaitu saat sedang membantu anak Saya membersihkan diri saat selesai buang air besar. Posisinya saat itu membahayakan dirinya sebab ia berputar-putar sehingga berpotensi menyebabkan ia jatuh dan tentu saja menyulitkan Saya dalam membersihkan. Saya tahu alasan kedua sungguh sebetulnya adalah tanggung jawab Saya, seharusnya Saya bisa menjelaskan padanya dengan cara yang state yang memberdayakan atau setidaknya tenang, namun rasa panik membangkitkan alam bawah sadar untuk segera berteriak melarangnya.
Namun Saya bersyukur, perubahan hari ini membawa dampak positif bagi Saya sendiri untuk selalu waspada dan menahan diri dari jeritan, teriakan dan bentakan lain yang biasanya menjadi pelampiasan atas nama panik dalam hal membersamainya. 




#hari2
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip