Bercerita tentang sosok pahlawan dalam diri seorang ayah, awalnya Saya bingung sosok Ayah siapa yang akan Saya ulas. Karena dalam perjalanan hidup Saya, sosok seorang Ayah pernah begitu gelap. Ada kejadian dan peristiwa traumatis bagi Saya tentang papa Saya saat Saya masih sekolah, sehingga membuat Saya tidak nyaman untuk berinteraksi dengan papa Saya, bahkan berbicara dengannya pun Saya enggan.
Namun, seiring berjalannya waktu dan kedewasaan Saya meningkat, Saya mulai menyelesaikan inner child tentang papa Saya hingga selesai, bersih. Saya bukan melupa, tapi Saya maafkan papa, agar hati lapang, dan mudah melangkah. Puncak pembersihan inner child adalah saat pernikahan Saya, dimana saat sungkeman papa menangis sesenggukan memeluknya Saya, and I took it as an apology he asked to me, selesai. Saat ini papa tinggal bersama Saya di rumah Saya, membantu banyak pekerjaan rumah dan bersama mama Saya menjaga cucu mereka, anak-anak Saya ketika Saya pergi bekerja.
Sepanjang hidup Saya, walaupun papa pernah memberikan kenangan yang kurang menyenangkan, dalam kenangan terdalam, Saya mengakui banyak hal dari papa yang Saya kagumi. Apa yang akan Saya ceritakan yang bagi Saya merupakan sosok heroik yang dilakukan oleh papa adalah peristiwa baru-baru ini ketika Saya tengah hamil Dan melahirkan anak kedua Saya sebulan yang lalu.
Kehamilan anak kedua merupakan proses yang penuh tantangan bagi Saya. Masuk trimester kedua, keluhan-keluhan fisik seperti gangguan pada syaraf halus di tangan, kaki bengkak (edema), serta sakit pada pelvic (Symphysis pubis dysfunction) membuat Saya sangat frustasi. Menahan sakit yang tiada obatnya selain sakit itu akan hilang setelah kelahiran. Adalah papa Saya yang memiliki keahlian memijat, yang dengan sabarnya setiap hari mengabulkan permintaan tolong Saya untuk memijat bagian-bagian tubuh Saya yang terasa sangat sakit tersebut. Hampir setiap malam, bahkan pada saat tertentu ketika syaraf di tangan Saya kumat rasa nyeri yang dahsyat hingga berlangsung beberapa jam tidak hilang, selama berjam jam itulah papa menemani tangisan Saya dengan pijatannya.
 |
| Maybe this all he could to pay what he did in the past, yet not, to me this is my heart and health hero deed. |
Tubuh papa saat ini memang menua dan kurus, tapi tenaga papa tetap prima. Salah satu hal yang patut Saya syukuri adanya papa tinggal bersama Saya. Satu sisi Saya punya kesempatan berbakti, sisi lainnya papa masih bisa merawat anaknya dan cucunya dengan keahliannya. How lucky I am, sewaktu waktu butuh dipijat, papa siap sedia jam berapapun. Bayangkan jika harus membutuhkan terapis pijat dari tempat pijat atau salon muslimah, tak akan bisa stand by dan yang jelas keluar biaya.
Sampai saat Saya tengah kontraksi, menuju kontraksi intens panggul Saya sudah mulai tidak nyaman. Teknik rebozo yang dulu diajarkan di kelas hypnobirth Saya minta papa untuk melakukannya dengan pijat tangan. Rasanya sangat nyaman jika sedang kontraksi begitu diusap-usap dan dipijat. Suami Saya memang tidak bisa memijat, dalam arti jika memijat tenaganya tidak kuat, sedangkan Saya biasa dipijat, sehingga untuk rebozo inipun Saya akhirnya minta tolong papa untuk melakukannya agar efektif. Sambil bergoyang di birth ball papa dengan telaten memijat pinggul Saya. Hingga saat di perjalanan menuju bidan, papa sigap memijat manakala kontraksi datang. Sungguh...hal sederhana yang luar biasa bagi Saya, pijatannya papa memiliki efek therapeutic, menyembuhkan. Mungkin juga setiap papa memijat, papa selipkan do'a-do'a.
Papa, anakmu ini memang sudah menjadi orangtua, tapi dirimu selalu siap sedia manakala anakmu membutuhkan. Nilai inilah yang kucontoh darimu, ikhlasnya engkau merawat anakmu, tak kan pernah putus takkan pernah selesai. Maka marilah kawan, kita menjadi orangtua yang demikian. Tugas kita tak akan selesai hanya ketika anak kita menikah. Tugas selesai manakala Allah putuskan selesai, yang berarti kontrak hidup selesai. Itulah kepahlawanan yang hakiki.
*Tulisan ini disajikan untuk memenuhi tugas penulisan non fiksi kelas minat menulis Ibu Profesional Depok bersama Kak Galuh