Thursday, February 16, 2017

THE JUDGING WORDS



Saya paling merasa tidak excellent adalah ketika dalam pekerjaan, ada pihak-pihak yang mengintimidasi tanpa mau tahu prosesnya. KOK GAK SELESAI SELESAI???!!!, KAPAN SELESAI??!!! Selain mengganggu state sangat mengganggu etika kerja. Alangkah lebih elok jika bertanya. Tantangannya dimana lagi?? Apa yang bisa kubantu?? Instead of JUDGING!!

If you are a colleague, then be a supportive collegue, if you are a leader then be a true supportive one better. Bayangkan!!! Proses menemukan pihak yang berkepentingan di sisi sebelah sana saja sulit dan saya menghargai, karena itu adalah ETIKA KERJA. Sudah mencoba kesempatan, lalu eskalasi menggunakan the help of one level up management, Alhamdulillah done. Selalu ada proses yang harus dihargai. So intead of asking WHY?? Please remind ourselves, it would be better if you asking HOW can I help??.

Indonesia ini memang dididik dengan cara yang tidak supportif sama sekali. Bayangkan kita membegitukan anak-anak kita. Misalnya, anak kita pulang sekolah tidak tepat waktu. Sampe rumah, pastilah karena worry kita selalu berondong pertanyaan. KENAPA KOK BARU PULANG??? Apalagi dengan nada tinggi menyebalkan. Kita tidak memperhatikan state si anak lagi, entah dia lelah, lusuh, takut atau apa. Tambah-tambah ketika dia tidak menjawab, biasanya makin lah kita mencecar dengan pertanyaan, “Mama Tanya, kenapa kok baru pulang jam segini????, kamu kemana?? Gak taat sekali!”

Padahal, dibalik lelah anak kita, dia menyimpan cerita yang mengerikan. Ternyata angkot yang ditumpanginya remnya blong hingga berjalan tak terkendali. Syukur pada detik yang tepat angkot bisa terhenti terselamatkan. Supir yang bertanggung jawab berusaha mengoper para penumpang kepada angkot lain, namun karena merupakan jam sibuk pulang anak sekolah, maka hampir angkot yang lewat sudah penuh, maka anak kita harus menunggu lama hingga mendapatkan angkot pengganti. Penumpang yang lain yang lebih punya uang dan akses mungkin sudah memilih moda transportasi lain untuk menuju rumah, namun anak kita, karena ongkosnya pas-pasan ia ragu jika hendak naik kendaraan lain, ojek misalnya. Karena jika mengandalkan bayar di rumah, khawatir mama gak dirumah. Sampai akhirnya anak kita harus sabar menunggu angkot pengganti yang bisa membawanya menuju rumah. Coba, apa yang kita rasa setelah tahu cerita prosesnya?? Rasa sesal? Minta Maaf?? Apa?? TERLAMBAT!!, anak sudah terluka, dia mulai tidak yakin Mamanya adalah tempat berpulang cerita. Belum juga ia duduk dan minum, sudah penuh tudingan.

Ohh Allah…apakah yang manusia sombongkan atas segala perkataannya. Sungguh Hanya Engkau Yang Mengetahui segala cerita dibalik semua peristiwa. Rangkul anak kita, pahami perasaannya, “Capek ya nak?? Mau minum dulu ya?? Sini duduk sebelah Mama sayang, Coba kalo boleh Mama tahu Bagaimana ceritanya Ananda pulangnya lebih lama dari biasanya? Mama khawatir Nak, menunggumu, resah sekali Mama…”. Oh Allah ampunilah kami, betapa kata-kata bisa melukai bisa menyemangati, maka pilihlah kata-katamu sebagai do’amu.

As a worker then, coba selami segala peristiwa di baliknya, your subordinate may risk his own program to save the project, your colleague may defence you in front of his Bos in order to save your marwah. Someone has sent you do’a to be health and always guided by Allah. Support them, as they are real doing the project. It is not WHY, yet HOW you can help them!.

Sunday, February 12, 2017

10. Hold Our Judgement, please...!

Berkomunikasi lekat sekali dengan kebiasaan menyimpulkan terlalu dini. Setidaknya itulah yang terjadi di keluarga saya. Apalagi jika kesimpulan tersebut bermuara pada judging someone. Asumsi-asumsi yang menjadi referensi di otak biasanya nakal untuk diutarakan tanpa adanya konfirmasi.

Tantangan hari kesepuluh ini tidak luput dari hal tersebut. Dua kali suami saya menyimpulkan apa yang saya sampaikan tidak tepat.

Adegan #1

Bunda    : Ayah ini lihat Instagram feed teman bunda yang anaknya kyai DH, lihat statusnya (saya tunjukkan kalimat status teman saya tersebut, salah satu nukilan terjemahan ayat Al Qur'an dalam terjemah Bahasa Inggris)

Ayah       : (memerhatikan tapi tidak terlalu menyimak) Aaaah xxxxx itu!!

Bunda     : Lho, ini disimak artinya (suami saya sering lambat mencerna jika ada kalimat terjemah dalam Bahasa Inggris) saya jelaskan, beliau ini bla bla bla.....

Ayah        : Ooo hehe, iya ding

Adegan #2

Kami mampir ke sebuah minimarket, untuk membeli sebuah barang. sebelum masuk saya sempat mengingatkan perihal kegiatan A, suami lalu berargumen, menurut dia apa yang saya sampaikan tidak tepat, saya argumen balik dengan dasar hukum. Kemudian suami berpikir, diam dan melanjutkan masuk ke mini market tersebut, melanjutkan kegiatan pembelian barang. Saya tidak ikut ke dalam minimarket. Saya tunggu di motor.

Sambil menunggu suami, saya cek scanning wa message, rupanya ada info yang dibutuhkan suami saya untuk kegiatan esok dan saya yakin suami belum terinfo maka saya forward ke suami. Saat saya pegang handphone tersebut tidak lama suami selesai melakukan pembelian dan kembali ke motor. Melihat saya pegang handphone langsung berkomentar

Ayah   : Mainan hape juga sesuatu yang tidak disukai Allah!

Bunda : Mainan????? Maksud Ayah bunda ini sedang mainan?? (Sudah dalam kondisi tidak senang karena dituduh dan dihakimi atas sesuatu yang tidak dilakukan)

Ayah lihat dulu, ini Bunda sedang forward info untuk ayah.... Ini ada rundown bla bla bla.....

Kenapa ayah masih suka menarik kesimpulan terlalu dini?? Sebaiknya ayah konfirmasi dan klarifikasi atas apa yang ayah asumsikan. Tahan dulu pernyataan judging sampai ayah sudah klarifikasi dan konfirmasi dari sumber yang jelas dan valid. Tabayyun. Kalo ayah kurang yakin baiknya tanya dulu, apa iya jika x maka y?Ingat pesan Allah jangan berprasangka, karena sebagian dari prasangka adalah dosa.
-------------

Saya rasa penting bagi pasangan untuk memahami hal seperti ini karena jika tidak, maka khawatir akan membawa dampak sikap yang sama terhadap anak. Kita sering lupa tidak melakukan konfirmasi dan klarifikasi dulu tapi sudah langsung menuduh. Kalimat yang sering saya hadapi ketika kecil : "Kamu sih gak hati hati! Jatuh deh". Padahal nyatanya saya sudah berusaha hati hati, menuduh saya gak hati hati membuat rasa sakit hati sekan saya gak dipercaya. Alangkah lebih enak pernyataan yang keluar dari Mama saya, "Oh jatuh ya, tadi kira kira kenapa ya yang menyebabkan jatuh?" Lebih menyenangkan rasanya.

PS: menyadari bahwa tantangan kesepuluh ini out of deadline. Disebabkan oleh hal syar'i inshaAllah. Namun tidak menyurutkan komitmen untuk konsisten posting dan menulis. Tidak akan terhenti hanya sampai sepuluh. Karena manfa'atnya jauuuhhh lebih real melampaui tugasnya itu sendiri

#hari kesepuluh
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Friday, February 10, 2017

9. Kamu Ngapain Teriak!



Cerita malam mini adalah cerita fail. Singkat cerita kami, saya dan suami sedang makan malam bersama. Di akhir acara makan kami mengobrol, saya sedang akan menceritakan hal yang lucu tentang desain teman saya lalu dengan semena-mena, suami saya memotong pembicaraan saya. Saya yang tadinya sudah semangat dan masih geli mendadak bête.

Bunda   : Ayah nih, temen Bunda lucu banget deh, masa yak an..(seketika terpotong oleh kalimat Ayah)
Ayah      : Eh itu jadinya gimanas sih desainnya?! (merujuk pada permintaan mendesain yang saya ajukan ke suami)

Proses cerita saya tadi terdistraksi, tapi saya masih santai nanggapin, saya stop dulu cerita tadi lalu menjelaskan. Tiba tiba suami meninggi nadanya. 

Ayah      : Enggak!! Jangan bicara yang lain dulu ini ngomongin kaos!!!
Bunda   : Lhoooo!!! IYA INI TENTANG KAOSS!!! Spontan tinggi
Ayah      : Kamu ngapain sih teriak-teriak (sambil melotot)
Bunda   : Aku gak teriak, aku cuma meninggi. Ayah yang kenapa, Bunda sedang cerita yang lain jangan dipotong, tadinya mau cerita lucu jadi kepotong. Kan kita sudah komit untuk tidak saling memotong pembicaraan kecuali keadaan darurat. Yang tadi Bunda jelaskan memang tentang kaos, ayah dengarkan dan simak baik-baik (disini sudah mulai kalem). Saya diam.

Beberapa detik kami diam. Tidak melanjutkan nada tinggi satu sama lain. Menyadari kekurangan masing-masing

Setelah agak lama, saya kembali lanjutkan cerita lucu tadi. Walopun momen lucunya udah hilang. Hiks. Tapi penting untuk suami saya tau apa tadi yang terpotong. Sepertinya suami menyesal juga sudah memotong pembicaraan.
Pelajaran:
1.       Mutual Commited Conversation, adalah tentang saling mengingatkan kesepakatan anatara pasangan atas hal-hal yang dikomitmenkan tidak dilakukan karena akan memgganggu produktivitas komunikasi. Kalo di keluarga saya: tidak memotong pembicaraan orang, nada bicara tidak meninggi
2.       Refleks manusia dalam ekspresi respon adalah pacing, artinya jika lawan bicara meninggi maka secara reflex kita jadi ikut meninggi. Hal ini butuh latihan terus dan jam terbang.

#harikesembilan
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip


8. Jembatan Keledai to Clear and Clarify



Suami saya merupakan tipe pendengar apabila dijelaskan suatu perkara, harus diulang dua tiga kali. Apalagi jika hal tersebut merupakan suatu hal yang harus diingat. Paling sering adalah peristiwa ketika saya mengingatkan tempat makan yang pernah kami kunjungi sebelumnya. Seperti malam ini saya mengajaknya makan di tempat makan yang menjual seafood yang kami datangi minggu lalu.
Kali ini, saya praktekkan dua hal:

1.       Katakan yang kita inginkan, bukan yang tidak kita inginkan,

Ayah                     : Makan apa ya Bund?
Bunda                   : Bunda kepingin makan lele
Ayah                     : Yang dimana ya? Itu mau?? (menunjuk suatu tempat)
Bunda                   : Engga, Bunda pingin yang di tempat seafood yang pernah kita makan disana di
Kalimulya sana (saya juga sambil menunjukkan arah)

2.       2 C, Clear and Clarify
Ayah                     : Yang dimana ya?
Bunda                   : Itu Lho yang kita pernah makan malam-malam yang ke arah sana
Ayah                     : Yang mana sih?
Bunda                   : Yang tenda
Ayah                     : Iya tenda yang mana

Suami masih belum ingat, saya mulai mencari teknik penjelasan lain yang bisa memancing memori

Bunda                   : Yang ada seafoodnya, yang kita makan cumi, kangkung…
Ayah                      : Oooohhh…yay a ya yaaa…OK!!

So, hal simple, begitulah suami saya, kelemahannya pada mengingat tempat. Hampir setiap mengajak mengingat  tempat yang pernah didatangi, harus menggunakan minimal tiga jembatan keledai, agar ingat. Dengan cara begini saya tidak perlu marah karena suami lupa, saya hanya perlu membuat strategi baru untuk mengubah jembatan keledai saya agar jelas.

#harikedelapan
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

7. Hawoo Bundaaa (Halo Bunda)



Saya punya aktivitas menelepon anak di sela sela saat saya senggang dalam bekerja maupun dalam perjalanan pulang. BIasanya antara jam istirahat atau ketika menunggu datangnya kereta saat pulang rasanya sudah kangen sekali ingin menelepon.

Bunda   : Assalamu’alaikum Halo Naren
Naren   : Kum (menirukan Assalamu’alaikum) Haawooo Bunda (Halo Bunda)
Bunda   : Naren sudah maem
Naren   : Udah
Bunda   : Maem apa tadi?
Naren   : Oti (Roti)
Bunda   : Wah pintar makan roti biar sehat ya (menerapkan spesifik pujian atas apa) 

Minum susu gak?

Naren   : Num susu cokak (minum susu coklat)
   Bunda puwang bi susu cokak habis (Bunda nanti pulangnya beli susu coklat lagi  ya, sudah habis soalnya)

                        Bunda   : Oooohhh iyaaa… Naren pinter ya sudah bisa bilang ke Bunda untuk beli
                                       susu,  iya nanti bunda beli ya
                                ……………………….

                                Pelajaran             : Menerapkan pujian spesifik atas dasar apa.
#hariketujuh
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip